Halaunberantas.com – Dalam dunia hukum Islam, istinbāṭ hukum atau proses menggali hukum dari dalil syar‘i bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan sembarangan. Diperlukan metode dan pendekatan yang tepat agar hukum yang dihasilkan tetap relevan dan sah. Salah satu pendekatan penting yang sering dibahas di bangku kuliah ushul fiqh adalah memahami perbedaan antara lafaz mutlaq (umum) dan muqayyad (terikat).
Memahami Mutlaq dan Muqayyad
Lafaz mutlaq adalah lafaz yang menunjukkan makna umum tanpa batasan tertentu. Contohnya adalah dalam QS. Al-Mujadilah: 3:
“فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ…”
“Maka hendaklah (suami itu) memerdekakan seorang budak…”
Kata “raqabah” di sini bersifat mutlaq, artinya tidak disebutkan syarat atau sifat dari budak yang dimaksud.
Sedangkan lafaz muqayyad adalah lafaz yang dibatasi oleh sifat, kondisi, atau syarat tertentu. Misalnya dalam QS. An-Nisa: 92:
”…فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ…”
“…Maka hendaklah memerdekakan seorang budak yang beriman…”
Di sini, jelas bahwa budak yang dimaksud bukan sembarang budak, tapi harus yang beriman. Inilah yang disebut lafaz muqayyad.
Relevansi dalam Penetapan Hukum
Dalam praktiknya, perbedaan mutlaq dan muqayyad sangat menentukan dalam pengambilan hukum. Misalnya, ketika ada dua dalil yang konteksnya sama namun satu bersifat mutlaq dan satu muqayyad, maka ulama cenderung mengikat yang mutlaq dengan muqayyad (dalam istilahnya: taqyīd al-mutlaq). Hal ini dilakukan agar hukum lebih spesifik dan tidak menimbulkan kerancuan.
Namun, jika konteksnya berbeda, maka mutlaq tetap berlaku dalam ruang lingkupnya sendiri, dan muqayyad juga tetap berdiri sendiri. Di sinilah pentingnya memahami konteks dan sebab turunnya ayat atau hadis.
Menurut saya, sebagai mahasiswa yang belajar hukum Islam, penting untuk tidak hanya memahami teori mutlaq dan muqayyad, tapi juga belajar bagaimana menerapkannya secara kontekstual. Kita hidup di zaman yang kompleks, di mana hukum Islam sering dijadikan rujukan baik oleh akademisi maupun masyarakat umum.
Banyak kesalahan dalam memahami hukum muncul karena kurangnya pengetahuan tentang detail ini. Misalnya, ada yang langsung mengambil ayat yang bersifat umum untuk dijadikan hukum mutlak, padahal bisa jadi ayat itu memiliki penjelasan lain yang bersifat muqayyad. Ini bisa menimbulkan kesalahpahaman dalam praktik, bahkan bisa menimbulkan kesan bahwa hukum Islam tidak adil atau tidak manusiawi.
Padahal, konsep mutlaq dan muqayyad ini justru menunjukkan betapa fleksibel dan akuratnya hukum Islam dalam menanggapi berbagai kondisi. Dengan memahami dua konsep ini, kita bisa menilai mana hukum yang memang bersifat umum, dan mana yang sudah ditentukan syaratnya oleh syariat.**
Penulis: Mutia sepianti , Jurusan Hukum Ekonomi Syariah,Institut Syariah Negeri Junjungan Bengkalis,Provinsi Riau