Dana Pokir  Dinilai Rawan Korupsi, Syamsul Huda; Fungsi Utama Legislator Membuat Regulasi dan Pengawasan, Bukan Mengeksekusi Proyek

Jakarta, Haluanberantas.com – Dana pokok pikiran (pokir) yang selama ini melekat pada anggota legislatif dinilai rawan penyalahgunaan dan berpotensi menimbulkan praktik korupsi. Sejumlah pakar hukum dan tata negara menilai mekanisme dana pokir sebaiknya segera dihentikan karena kerap tumpang tindih dengan kewenangan eksekutif dalam pengelolaan anggaran.

“Dana pokir yang disalurkan melalui aspirasi legislatif sering kali tidak memiliki mekanisme pengawasan yang memadai. Kondisi ini membuka peluang terjadinya penyimpangan,” ujar Syamsul Huda, pemerhati kebijakan publik, di Jakarta, Selasa (30/7/2025).

Menurut Syamsul, fungsi utama legislator adalah membuat regulasi dan melakukan pengawasan, bukan mengeksekusi proyek atau mengarahkan anggaran secara teknis. “Jika fungsi bercampur, konflik kepentingan akan sulit dihindari. Apalagi, selama ini tidak sedikit kasus korupsi yang bermula dari dana pokir,” katanya.

Syamsul menambahkan, dana pokir juga berpotensi menimbulkan ketidakadilan dalam distribusi pembangunan. Proyek yang seharusnya direncanakan secara merata kerap diprioritaskan untuk kepentingan politis demi mempertahankan konstituen.

“Jika ingin menampung aspirasi rakyat, sebaiknya mekanismenya diperkuat melalui musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) yang terbuka dan akuntabel, bukan melalui dana pokir yang sering kali tidak transparan,” tegasnya.

Syamsul mendesak pemerintah pusat maupun daerah segera mengevaluasi keberadaan dana pokir. “Jika dibiarkan, risiko korupsi akan terus berulang,” katanya.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *