PEKANBARU, Haluanberantas.com – Kepala Sekolah SMP Negeri 23 Pekanbaru, Edi Suhendri, hingga kini belum memberikan klarifikasi apapun terkait insiden yang menimpa salah satu siswanya sebut saja, Budi (14), yang mengalami patah kaki saat mengikuti acara perpisahan kelas 3 pada Rabu, 28 Mei 2025 lalu.
Berdasarkan informasi yang diperoleh media ini dari Korban, serta diperkuat rekaman video CCTV yang didapatkan, tampak jelas bagaimana Budi memanjat pagar samping sekolah yang tidak dijaga petugas keamanan. Aksi nekat ini dilakukan karena ia tidak diizinkan keluar lewat pintu utama hanya untuk membeli minuman, padahal sejumlah siswa lain tampak bebas keluar-masuk dari lokasi perpisahan.
“Saya haus, minta izin keluar beli minum tapi tidak dibolehkan. Teman-teman saya malah banyak yang sudah di luar. Akhirnya saya cari jalan lewat pagar samping,” ujar Budi saat diwawancarai di rumah sakit, Minggu (1/6/2025).
Namun, saat melompat turun dari pagar, Budi diduga salah pijak dan terjatuh keras ke tanah. Kakinya patah parah dan harus segera dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani operasi besar. Rekaman CCTV memperkuat kronologi kejadian yang menunjukkan tidak adanya petugas keamanan di area pagar tersebut saat insiden terjadi.
Yang lebih memprihatinkan, menurut keterangan orang tua korban, hingga kini pihak sekolah belum memberikan bantuan atau tanggung jawab nyata atas peristiwa tersebut. Meski Kepala Sekolah dan beberapa guru sempat menjenguk Budi di rumah sakit, tidak ada pembicaraan atau inisiatif terkait bantuan biaya pengobatan.
“Kepsek memang sempat datang jenguk. Tapi soal bantuan biaya operasi atau kontrol terapi, tidak ada dibicarakan. Padahal ini terjadi di sekolah dan saat acara resmi mereka,” ungkap orang tua Budi.
Kecelakaan yang menimpa Budi tidak hanya menimbulkan luka fisik, tetapi juga menyisakan tanda tanya besar soal pengawasan dan prosedur keamanan saat acara sekolah berlangsung. Bagaimana bisa siswa sampai harus memanjat pagar hanya untuk membeli minuman? Mengapa siswa lain bisa berada di luar sekolah, sedangkan Budi dilarang?, sejauh mana pengawasan dari pihak sekolah?.
Redaksi media ini telah berulang kali mencoba menghubungi Kepala Sekolah Edi Suhendri untuk mengonfirmasi hal tersebut, termasuk mempertanyakan bentuk tanggung jawab pihak sekolah. Namun, hingga berita ini diterbitkan, tidak satu pun pesan maupun panggilan yang direspons. Kepsek terkesan menghindar dan memilih bungkam.
Tak hanya itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, Abdul Zamal, juga tidak memberikan respons saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Minggu (1/6/25). Upaya klarifikasi kepada otoritas pendidikan ini juga tak membuahkan hasil, memunculkan kesan seolah peristiwa serius ini tidak dianggap penting.
Sikap diam dua pejabat pendidikan tersebut menuai kritik dari sejumlah aktivis pendidikan dan masyarakat. Mereka menilai bahwa insiden ini tidak bisa dianggap sepele, karena menyangkut keselamatan siswa di bawah tanggung jawab institusi pendidikan.
“Kalau siswa sampai patah kaki saat kegiatan sekolah, dan tidak ada yang bertanggung jawab, ini sudah masuk kelalaian. Sekolah dan Disdik tidak bisa hanya diam,” ujar salah seorang pemerhati pendidikan di Pekanbaru, Minggu (1/6/25).
Kondisi Budi kini masih dalam masa pemulihan pasca operasi Besar di salah satu rumah sakit di Pekanbaru. Ia harus menjalani terapi lanjutan dan kontrol rutin selama berbulan-bulan ke depan. Biaya yang dibutuhkan pun tidak sedikit, sementara pihak sekolah belum memberikan solusi.
Hingga berita ini dirampungkan, pihak SMPN 23 Pekanbaru dan Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru masih belum memberikan keterangan resmi. (red)