Pekanbaru, Haluanberantas.com Pemerintah Kota Pekanbaru di bawah kendali Wali Kota Agung Nugroho tengah menghadapi tekanan serius. Aliansi masyarakat sipil yang menamakan diri Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Anggaran Riau (GEMMPAR RIAU) turun ke jalan, menuntut agar Pemko segera melunasi kewajiban pembayaran tunda bayar kepada para kontraktor dan pelaku usaha lokal. Aksi ini bukan sekadar simbolik, dampaknya nyata, mulai dari kelumpuhan ekonomi pelaku usaha hingga penyegelan fasilitas publik.
Koordinator Umum GEMMPAR RIAU, Erlangga, dalam orasinya pada Kamis (8/5/2025) di depan gerbang Pemko Pekanbaru, Kecamatan Tenayan Raya, menyampaikan bahwa keterlambatan pembayaran oleh pemerintah bukan sekadar persoalan administratif. Ia menyebutnya sebagai bentuk nyata ketidakadilan yang telah mengorbankan masyarakat kecil.
“Kami menerima laporan bahwa salah satu rekanan sampai menyegel Rumah Sakit Tuah Madani karena proyek yang telah mereka rampungkan tak kunjung dibayar. Ini bukan delusi, ini realita. Ekonomi lokal lumpuh, pelaku usaha menjerit,” tegas Erlangga.
Menurut Erlangga, banyak pengusaha kecil dan UMKM kini berada di ambang kebangkrutan karena proyek-proyek yang dibiayai dengan dana pribadi mereka belum dibayarkan oleh pemerintah kota. Sebagian besar dari mereka mengandalkan proyek tersebut sebagai penopang utama ekonomi keluarga. Penundaan pembayaran menjadi pukulan telak.
Tak berhenti di situ, GEMMPAR juga mengecam keras pernyataan Wakil Wali Kota Pekanbaru yang mengancam akan membawa para pengkritik kebijakan tunda bayar ke ranah hukum. Bagi mereka, sikap tersebut menunjukkan arogansi dan menjauhkan pemerintah dari prinsip keterbukaan serta pelayanan publik.
“Sikap seperti ini bukan solusi. Pemerintah seharusnya introspeksi, bukan menggertak rakyat yang menuntut haknya. SPK dan SPM itu bukan fiksi. Itu kontrak sah yang wajib dibayar,” tegas Erlangga lagi.
Ia bahkan menyentil Wali Kota Agung Nugroho yang kerap mengumbar slogan “membersihkan Pekanbaru” dalam berbagai kesempatan.
“Walikota sering bicara soal bersihkan kota. Tapi yang kami tanyakan: bersihkan kotanya atau bersihkan uang rakyatnya? Jangan sampai jargon jadi kedok menutupi ketidakmampuan,” ujarnya tajam.
Lebih dari sekadar soal tunda bayar, GEMMPAR turut menyerukan penegakan hukum atas dugaan gratifikasi yang menyeret sejumlah nama pejabat aktif Pemko Pekanbaru dalam kasus korupsi mantan Pj Wali Kota Risnandar Mahiwa dan mantan Sekda Indra Pomi Nasution. Dalam aksi tersebut, massa membawa spanduk dan poster bertuliskan nama-nama pejabat yang disebut-sebut dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK di persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
“Kami tidak asal bicara. Nama-nama itu disebut di persidangan. Kami minta KPK jangan tebang pilih. Usut tuntas dan tangkap seluruh pejabat yang terlibat gratifikasi,” seru Erlangga.
Aliansi juga menyoroti dua nama lain, yakni Hambali Nanda Manurung dan Mardianyah, yang menurut mereka disebut dalam persidangan kasus korupsi Bupati Meranti. Mereka diduga ikut memberi gratifikasi hingga Rp4,5 miliar, namun hingga saat ini belum ditetapkan sebagai tersangka.
“Fakta-fakta persidangan menyebut Hambali Nanda Manurung dan Mardianyah turut menyuap mantan Bupati Meranti. Tapi kenapa belum ada proses hukum? Kami minta KPK segera tangkap mereka,” tegas Erlangga.
Ia menilai, publik sudah muak dengan praktik korupsi yang terus merugikan keuangan negara. Ia mendesak agar seluruh pejabat yang disebut terlibat segera dicopot sebagai bentuk tanggung jawab moral dan etik.
“Copot semua pejabat yang namanya disebut memberi gratifikasi kepada Risnandar dan Indra Pomi. Ini soal integritas birokrasi. Jangan biarkan pencuri berdasi duduk nyaman di kantor pemerintahan,” ujarnya lantang.
Menanggapi aksi GEMMPAR, Kepala Bagian Hukum Pemko Pekanbaru, Edi, menemui massa aksi dan menyampaikan bahwa seluruh tuntutan akan diteruskan kepada pimpinan daerah.
“Empat poin tuntutan dari rekan-rekan aliansi akan kami sampaikan ke Wali Kota. Kami tidak bisa mengambil keputusan langsung, tapi kami pastikan semua akan diproses,” ujar Edi.
Namun, pernyataan tersebut dianggap terlalu normatif oleh para pengunjuk rasa. GEMMPAR mendesak agar Pemko menunjukkan langkah nyata dalam menindaklanjuti tuntutan mereka.
“Tolong sampaikan langsung ke Wali Kota. Kontraktor dan pengusaha kecil sudah babak belur. Jangan sampai masyarakat yang jadi korban. Segera bayar dan copot pejabat yang terlibat korupsi,” kata Erlangga.
Sebagai penutup aksi, GEMMPAR mengeluarkan ultimatum. Mereka memberi batas waktu bagi Pemko Pekanbaru untuk menindaklanjuti tuntutan. Jika tidak, mereka mengancam akan kembali dengan gelombang massa yang lebih besar dan aksi yang lebih masif.
“Kami tidak main-main. Jika tidak dibayar, kami akan turun lagi dengan massa lebih besar. Ini bukan sekadar soal uang, ini soal keadilan, integritas, dan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyatnya,” tutup Erlangga.