PEKANBARU, Haluanberantas.com – Salah seorang warga Kota Pekanbaru mengaku ditolak oleh seorang oknum dokter di Rumah Sakit Madani Kota Pekanbaru, berinisial BD, pada Kamis (11/7/24) malam.
Peristiwa ini dialami oleh seorang pasien bernama Nurlela, warga Jalan Garuda Sakti Kota Pekanbaru, yang sedang hamil dan akan melahirkan melalui operasi di Rumah Sakit Madani yang dikelola oleh Pemerintah Kota Pekanbaru.
Saat tiba di rumah sakit tersebut, keluarga Nurlela mendaftarkan dirinya dengan menggunakan BPJS UHC (Universal Health Coverage) kepada petugas rumah sakit. Namun, mereka menghadapi penolakan dari oknum petugas rumah sakit yang mengatakan bahwa BPJS UHC tidak bisa langsung diklaim dan harus menunggu hingga esok hari.
“Besok baru bisa diklaim apakah nantinya diterima oleh BPJS atau tidak. Jika tidak diterima maka pembayarannya jatuhnya umum,” ungkap keluarga pasien menirukan perkataan oknum dokter inisial BD.
“Adek saya ini mau melahirkan dan butuh operasi, dari semalam sakit terus. Sampai hari ini belum ditangani oleh RS Madani,” tambah keluarga pasien dengan nada kecewa.
Menurut keluarga Nurlela, mereka awalnya sudah mengurus BPJS UHC dan pihak RS Madani mengatakan bahwa kartu tersebut bisa digunakan. Namun, setelah beberapa jam menunggu, hingga malam hari, mereka diberitahu bahwa BPJS UHC tidak dapat diaktifkan karena belum diklaim oleh BPJS. Pihak rumah sakit kemudian mengarahkan mereka untuk dirujuk ke RS Arya Bunda.
“Mereka menolak karena alasan BPJS UHC masih belum diklaim oleh BPJS. Justru mereka mengarahkan kami ke RS Arya Bunda. Kalau di RS Arya Bunda, pasti jatuhnya ke pembayaran umum. Kami orang miskin tidak sanggup biaya kalau bayar umum,” keluh keluarga pasien.
Keluarga pasien pun merasa sangat kecewa dan marah karena adik mereka yang sudah mengeluh kesakitan dan membutuhkan perawatan segera tidak mendapatkan penanganan yang manusiawi dari pihak RS Madani.
Mereka menganggap rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah seharusnya lebih peka terhadap kondisi pasien, terutama yang berasal dari kalangan kurang mampu.
“Kami sangat kecewa dengan RS Madani ini. Padahal ini rumah sakit milik pemerintah, seharusnya mereka lebih mengutamakan kemanusiaan dan memberikan pelayanan yang baik tanpa memandang status ekonomi pasien,” ujar keluarga pasien dengan nada kesal.
Dokter berinisial BD dikonfirmasi media ini menyampaikan, tidak ada menolak pasien dan tidak ada menyuruh pasien ke RS Eria Bunda.
Diakuinya, UHC pasien memang belum aktif dan sudah menjelaskan kepada pasien bahwa UHC itu belum aktif dan ditunggu dulu agar BPJS mengaktifkan UHC tersebut.
“Kami belum menolak pasien, Jam 12 lewat saya langsung operasi, ” ujar BD, Jumat (12/7/24) sekira pukul 06.30 Wib.
“Awalnya pasien tidak ada tanda-tanda operas, tidak mungkin kami langsung operasi saja. Kami tunggu dulu pasien itu normal beberapa jam, setelah itu baru kami operasi, ” tutupnya.
Peristiwa ini menjadi sorotan publik, terutama dikalangan masyarakat Kota Pekanbaru, mereka mengungkapkan kekecewaannya terhadap pelayanan kesehatan di RS Madani. Mereka menilai bahwa tindakan rumah sakit tersebut sangat tidak manusiawi dan tidak mencerminkan nilai-nilai pelayanan publik yang seharusnya menjadi prinsip utama rumah sakit pemerintah.
Beberapa aktivis kesehatan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga turut angkat bicara. Mereka mengecam tindakan rumah sakit yang menolak pasien hanya karena masalah administrasi dan mendorong pihak terkait untuk segera melakukan investigasi dan memberikan sanksi tegas jika terbukti ada pelanggaran, terutama terhadap oknum dokter inisial BD.
“Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia. Setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, apalagi dalam kondisi darurat seperti melahirkan. Kami mendesak agar pihak berwenang segera turun tangan dan memastikan kejadian serupa tidak terulang lagi,” ujar ketua DPP Perkumpulan Pemimpin Redaksi Intlektual, KEND ZAI.
Pihaknya berharap Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru segera mengambil langkah untuk menyelesaikan masalah ini dan memastikan bahwa rumah sakit-rumah sakit di bawah naungannya memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Mereka juga harus memastikan bahwa BPJS UHC dapat digunakan tanpa kendala, terutama dalam situasi darurat.
“Kami meminta Dinas Kesehatan untuk segera menindaklanjuti kasus ini dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelayanan di RS Madani. Jangan sampai ada lagi pasien yang menjadi korban akibat pelayanan yang tidak memadai,” tegasnya.
Menurutnya, Kejadian ini diharapkan menjadi pelajaran bagi seluruh fasilitas kesehatan di Indonesia untuk lebih mengutamakan kemanusiaan dalam memberikan pelayanan, terutama kepada pasien yang berada dalam kondisi darurat dan memerlukan penanganan segera.
“Pelayanan kesehatan adalah hak dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan seluruh fasilitas kesehatan, tanpa memandang status ekonomi atau latar belakang pasien,” tutupnya. (red/hbs)